Tentu saja, siapa pun boleh terlahir cantik atau pun tampan. Siapa pun boleh terlahir sebagai seorang putri atau pun pangeran. Tak ada seorang pun yang sanggup memilih ‘awal’ dari dirinya. Begitu pun ‘akhir’ dari kehidupannya. Tapi, Tuhan memberi kita kebebasan untuk ‘bagaimana’ menjalaninya. Sehingga kita pun bisa merangkai ‘akhir’ dari diri kita. Kita, manusia, diberi begitu banyak hal yang tidak Tuhan berikan kepada makhluk lainnya.
Begitu banyak yang diberikan, begitu banyak yang dituntut. Bisakah kalian mengingat seberapa banyak jumlah serapah yang pernah terucap dari bibir yang paling sering mengingkari? Tidak mungkin dapat. Aku pun bahkan mulai menghkawatirkan limitnya.
Hari ini kau benci matahari yang terlalu bersemangat menyinari, dan beberapa menit kemudian kau benci hujan yang jatuh terlalu deras. Detik yang lalu kau benci keringat yang membanjiri tubuhmu, detik ini kau benci dingin tanpa sweatermu yang tertinggal.
Kau menyerapah setiap hal yang berjalan tidak seperti yang kau inginkan. Kau berteriak ‘Kenapa harus aku?’ untuk sesuatu buruk yang terjadi. Kau, dengan keikut sertaanku di dalamnya. Bagaimana lagi, Tuhan harus bersabar pada manusia? Itu, baru contoh kecil. Kita belum membicarakan raja yang ingkari rakyatnya. Kita belum membahas wakil rakyat yang mengabaikan konstituennya.
Begitu banyak yang diberikan, begitu banyak yang dituntut. Bisakah kalian mengingat seberapa banyak jumlah serapah yang pernah terucap dari bibir yang paling sering mengingkari? Tidak mungkin dapat. Aku pun bahkan mulai menghkawatirkan limitnya.
Hari ini kau benci matahari yang terlalu bersemangat menyinari, dan beberapa menit kemudian kau benci hujan yang jatuh terlalu deras. Detik yang lalu kau benci keringat yang membanjiri tubuhmu, detik ini kau benci dingin tanpa sweatermu yang tertinggal.
Kau menyerapah setiap hal yang berjalan tidak seperti yang kau inginkan. Kau berteriak ‘Kenapa harus aku?’ untuk sesuatu buruk yang terjadi. Kau, dengan keikut sertaanku di dalamnya. Bagaimana lagi, Tuhan harus bersabar pada manusia? Itu, baru contoh kecil. Kita belum membicarakan raja yang ingkari rakyatnya. Kita belum membahas wakil rakyat yang mengabaikan konstituennya.
Ini baru secuil. Dari kue kehidupan. Kau memakannya, kita semua memakannya. Tapi tidak menyisakan potongan untuk Tuhan yang telah memanggangnya untuk kita.
- Amanta Ayu, Sa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar