Mengapa saya suka langit?
Mungkin
karena mereka luas, mereka tak berbatas. Setiap kali saya merasa dunia
menghimpit saya, langit selalu memberikan sebagian wilayahnya untuk
saya melepas hela. Langit tidak memiliki garis yang bisa
mengkotak-kotakkan dunia ini. Dari mereka saya belajar untuk tidak lagi
membandingkan bahagia dan kecewa. Karena mereka tak se-banding.
Mengapa saya suka langit?
Seperti
layaknya dunia ini rumah, langit adalah atap. Pertemuan segala musim.
Wajah dari setiap keluarga. Jika tembok bisa membuatmu merasa aman,
atap selalu membuatmu merasa nyaman. Langit, memberi saya rasa ‘nyaman’
setiap kali saya menengadah padanya.
Mengapa saya suka langit?
Mungkin
karena segala bintang, matahari juga pelangi bernaung di antaranya.
Langit, seperti ibu bagi dunia. Birunya mereka selalu mampu melautkan
semesta. Dimana banyak impian berenang-renang. Tepiannya bukan tujuan,
karena ini bukan tentang hasil, tapi tentang keberanian untuk berharap.
Mengapa saya suka langit?
Memperhatikan
bagaimana wajah awan-awan dan mencoba menerka bentuknya adalah
pekerjaan yang begitu membahagiakan. Dari langit saya belajar, bahwa
tidak pernah ada musim yang tidak berganti. Tidak pernah ada hari yang
tidak bisa dilewati. Tidak ada awan yang tidak bergerak, akan ada
waktunya mereka berarak dan meninggalkan pandanganmu. Seperti itu lah
hidup memperlakukanmu. Akan ada yang datang, dan akan ada selalu yang
harus pergi.
Mengapa saya suka langit?
Haruskah ada alasan untuk menyukainya?
Terkadang, kita tidak perlu alasan untuk menyukai hal yang sudah ‘jelas’.
Mempertanyakannya, hanya akan mengusik keindahannya..
- Amanta Ayu, Sa
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus