Kamis, 02 Agustus 2012

Broken



Pa, Ma...
Dari dulu aku tidak (pernah) mengerti kenapa kalian suka sekali berteriak seperti penonton sepak bola yang menyemangati team kesayangannya? Kalau kalian begitu suka dengan pertandingan sepak bola kenapa kalian tidak pergi ke lapangan sepak bola saja dan berteriak sepuas-puasnya di sana, alih-alih melakukannya di rumah? Bukankah akan lebih puas melakukannya di lapangan sepak bola bersama dengan suporter yang lain daripada harus malu karena diprotes tetangga kita? Hal itu akan terasa lebih baik bagi kalian apalagi jika kalian mempunyai kebiasaan untuk melakukannya di malam hari. Kalian juga tidak harus bersaing dengan suara musik yang kuputar keras-keras untuk menutupi suara kalian karena tangan yang menempel di telingaku tidak cukup untuk meredam perdebatan kalian yang terdengar sangat seru.
Lagipula aku sudah bosan melakukan rutinitasku untuk duduk di lantai di sudut kamarku dengan tangan yang melekat erat di telingaku. Dan tenggorokanku juga merasa lelah mengeluarkan teriakan berbentuk nyanyian yang berlomba dengan suara musik di kamarku. Meskipun suara nyanyianku yang jelek sudah begitu nyaring, aku masih tidak mengerti kenapa suara kalian masih terdengar?? Terlalu tajamkah pendengaranku??

Pa, Ma...
Sepertinya aku adalah anak yang cukup beruntung. Jika orang lain perlu jauh-jauh datang ke daerah lain untuk menyaksikanCrop Circle ─ tempat pendaratan UFO ─, aku dapat melihatnya hampir tiap hari. Aku hanya perlu keluar dari kamar untuk melihat piring-piring yang beterbangan di rumah kita.
Bila ada orang yang mengatakan Crop Circle itu bentuknya simetris, yakinlah itu tidak benar. Buktinya tempat pendaratan UFO di rumahku tidak simetris. Hasilnya berserakan menjadi kepingan yang tidak jelas bentuknya di lantai rumahku. Kalau ada yang tidak percaya, datang saja ke rumahku.
Mungkin kita memang harus mengundang orang-orang yang penasaran ke rumah kita. Apalagi jika ada yang ingin mengetahui kebenaran tentang keberadaan UFO. Bila orang lain sibuk mengabadikan Crop Circle lewat foto sebagai kenang-kenangan, aku tidak membutuhkan kamera untuk melakukannya karena semuanya tersimpan sangat jelas di memoriku. Lagipula UFO amat suka lalu lalang di rumahku, jadi aku dapat sering-sering menontonnya terutama saat melakukan pendaratan yang disertai dengan bunyi “PRANG” di atas lantai rumahku. Aku tidak tahu kenapa tetapi orang tuaku senang bermain dengan UFO dan sebagai anaknya aku tidak punya pilihan lain selain berdiri dan melihatnya. Orang-orang akan merasa takjub saat melihat UFO, sedangkan aku...? Hmm... Pa, Ma menurut kalian apa yang kurasakan? Pernahkan kalian memikirkannya sebelum bermain UFO??
Pa, Ma...
Entah sejak kapan rumah kita berubah menjadi arena tinju. Kalian berdua menjadi petinju tanpa sarung tangan, sementara aku berperan ganda yaitu sebagai penonton sekaligus merangkap jadi wasit. Sama seperti pertandingan tinju yang biasa kulihat di televisi dimana sang petinju berkelahi dengan lawannya, kalian juga melakukan hal yang sama. Bedanya adalah alih-alih menggunakan tangan untuk meninju lawan, kalian melakukannya dengan mulut. Yah, meskipun terkadang kalian menggunakan tangan juga, tetapi kalian lebih banyak menggunakan kata-kata untuk memukul satu sama lain. Bila petinju tidak hanya menggunakan tangan, melainkan juga strategi saat bertempur di atas ring, kalian menggunakan amarah yang meledak-ledak sebagai sumber kekuatan kalian saat baku hantam di dalam ring tanpa mempedulikanku sebagai penontonnya.
Peranku sebagai penonton hanyalah menyaksikan pertandingan dimana kalian sebagai tokoh utamanya. Sedangkan sebagai wasit, aku berusaha melerai kalian. Tujuanku adalah untuk memisahkan pertengkaran kalian dan menghentikannya. Namun, hal itu percuma dilakukan karena kalian terlalu sibuk saling menyerang tanpa menyadari pergantian ronde atau menghargai keberadaaanku di sana. Akhirnya aku cuma bisa melakukan satu peran yaitu sebagai penonton. Aku cuma bisa menutup kupingku sembari melihat kalian saling menghancurkan atau masuk ke kamarku dan berbaring telungkup di atas tempat tidur dengan bantal yang menutupi kepalaku. Aku tidak berencana mengeluarkannya, namun... entah kenapa sepraiku selalu basah terkena tumpahan air asin yang berasal dari mataku...

Pa, Ma...
Aku tahu kalian sibuk. Saking sibuknya kalian selalu mengatakan keburukan satu sama lain di hadapanku. Bahkan sekarang itu sudah menjadi hobi kalian berdua untuk menjelekkan satu sama lain. Karena kau terus mengulanginya padaku, aku jadi ingin tahu, apakah rasanya menyenangkan mengatakan hal-hal yang tidak baik tentang orang lain apalagi kalau orang lain itu adalah orang yang dekat dengan kita?
Kalian boleh saja mengatakan hal yang kalian tidak suka, tapi melakukannya di hadapanku... Yang benar saja?! Pernahkah kalian berpikir sebelum mengatakannya bahwa hal-hal yang kalian ucapkan dapat menimbulkan rasa bingung dan konflik pada diriku? Pernahkah?? Atau yang kalian pikirkan hanyalah bagaimana mengeluarkan uneg-uneg kalian untuk membuat diri kalian sendiri merasa lega tanpa memikirkan akibatnya??

Pa, Ma...
Aku tidak paham bagaimana bisa ada begitu banyak pertanyaan yang berlari memutari kepalaku. Sebanyak apapun kupikir, namun jawabannya masih saja tidak kuketahui. Aku punya sederet daftar pertanyaan yang ingin kutanyakan pada kalian.
Dimulai dari... Mengapa harus bersatu jika memang tidak bisa menyatu? Mengapa masih bersama bila memang tidak ada yang sama? Mengapa masih bertahan jika tidak ada yang menahan? Mengapa masih satu rumah jika tidak ada yang mau mengalah? Mengapa menjadi orang dewasa bila memang tidak dapat bersikap dewasa?
Pertanyaan masih senang berkeliling di pikiranku dan  tetap tidak dapat dimengerti. Kenapa harus mengatakan keburukkan satu sama lain? Kenapa harus terus berkelahi? Dari mana kalian belajar menjadi seperti itu?? Apakah kalian senang meniru wakil rakyat yang pernah bertengkar saat sidang di gedung pemerintah? Apakah kalian suka mengadaptasi perdebatan yang dilakukan orang-orang pemerintahan? Atau kalian belajar dari pihak oposisi untuk menjatuhkan satu sama lain??
Semakin kutanyakan semakin menimbulkan pertanyaan. Tidak ada habisnya. Tidakkah kalian ingat yang menyatukan kalian di awal? Tidakkah kalian ingat persamaan yang kalian miliki dulu? Bukanlah lebih menyenangkan tertawa bersama dibanding bertengkar bersama? Bukankah mengalah terasa lebih enak dibanding menyalahkan? Ataukah pendapatku barusan itu salah??

Pa, Ma...
Terima kasih karena telah melahirkanku. Terima kasih untuk membuatku menyadari bahwa dunia ini tidak seindah itu. Terima kasih telah membenarkan kata-kata orang bahwa bumi ini memang tempat yang buruk dan mengerikan. Terima kasih karena membuatku paham mengapa ada begitu banyak orang yang berusaha mengakhiri hidup mereka.
Terima kasih untuk membuatku sangat takut sehingga aku akan sangat ekstra berhati-hati dalam memilih pasangan hidup. Terima kasih karena telah membuatku sulit untuk percaya kepada orang lain sehingga aku akan berpikir triliunan kali sebelum memutuskan mengarungi sebuah bahtera rumah tangga dengan pasanganku nanti. Terima kasih sebab aku sudah mempelajari untuk takut memiliki anak karena itu membuatku menyiapkan diri untuk bersikap lebih baik dan bijaksana saat memiliki anak nanti sehingga dia tidak akan pernah mengalami apa yang telah kualami.

- Amanta Ayu, Sa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar